Story
From My Live
Malam
semakin larut. Seperti lirik awal lagu “Black Out” yang berjudul "Terjadi tanpa Cinta" itu. Hemptt,,,
lagu yang menurut saya agak sedikit
aneh tapi menarik. Kalau tanya tentang aneh dan menariknya, saya juga tidak tau
persis dibagian mana letak keanehan dan kemenarikan lagu itu, yang pasti para
pendengar setia lagu itu tau dimana letak yang saya maksud.
Heheheheee............
Jarum
pendek jam dinding yang berbentuk bulat dan tertempel di sebelah kiri pintu itu
suda menunjuk ke angka 11 dan jarum panjangnya suda mendekati angka 5 sementara
jarum panjang yang menunjukan detik itu terus berputar dan berbunyi seraya
mengganggu keheningan malam itu.
Tik.
tik. tik. tik. tik. Terus berbunyi, entah
sampai kapan, mungkin sampai batrei jam
itu lemah dan akhirnya mati.
“Ah,
sungguh menggangu suara benda yang diciptakan oleh Mahasiswa asal University of
Edinburg ini !!!”. Kataku dalam hati
sambil melirik jam di dinding itu dengan wajah yang kesal. Tapi tak apalah, patut
bersukur. Sebab tanpa dia mungkin sekarang ini manusia hanya memanfaatkan
gerakan matahari saja sebagai tempat penunjuk waktunya atau hanya menggunakan
pasir tabung sebagai pertanda adanya malam dan siang. Kataku lagi untuk tidak lebih
menyalahkan sipembuat benda bundar yang tertempel di dinding itu.
Tok... tok.... tok......
Refleks.
Dengan seketika kepala yang tadi menengok ke dinding samping pintu itu berputar
sekitar 20 derajat, setelah mendengar suara ketukan pintu.
“Siapa
gerangan tengah malam begini masi bertamu ?”. Tanyaku dalam hati. Sambil tangan
kanan yang tadinya memegang bulu yang tumbuh di dagu itu telah kembali menuruti
perintah hati tuk menyentuh gagang pintu.
Krekkkk......
Pintu di buka. Sosok manusia yang rambutnya tertutup oleh kain tipis berwarna
merah tengah berdiri membelakangi pintu, dan dengan tangan yang disilangkan
kedada sebagai tanda untuk menghangatkan tubuhnya di kedingin malam itu. Manusia
keturunan hawa, manusia yang dipandang sebagai biang masalah pada cerita Adam
dan Hawa. Yah,, sosok perempuan yang umurnya sebaya dengan aku telah menunjukan
keberanianya tuk datang di kediamanku di malam yang selarut ini.
“Berani
betul”. Pikirku, dengan kening sedikit terangkat membentuk seperti sayap burung
yang sedang terbang.
Belum
selesai ku perpanjang pikiran tentang masalah keberanian wanita itu, tiba-tiba
sosok itu berbalik arah kepadaku. Kupandang perempuan itu. Kulihat wajah itu
tak asing bagiku.
Refleks
tuk kedua kalinya terjadi akibat mengikuti perintah syaraf otak.
“Hei, kau rupanya. Setan apa yang memberimu keberanian sehingga memberanikan diri tuk datang kemari, di malam yang selarut ini ???”. Tanyaku keheranan pada perempuan yang begitu dekat denganku. Perempuan yang tak mempunyai nyali untuk hal yang satu ini. Perempuan yang takut dengan kegelapan dan kesunyian malam. Perempuan yang memakai lensa tipis sebagai pelapis matanya. Perempuan yang diawali dengan kisah lucu pada saat perkenalanku. Perempuan yang cantik, dengan kulit putih bersih, dengan dua lesung pipi di kiri kanannya. Perempuan yang paham betul dengan ke tujuh latifah di dirinya. Perempuan yang waktunya ia habisi untuk baca buku, entah itu di kampus, di kantin, di kos, maupun di tempat yang penuh dengan keramaian.
“Hei, kau rupanya. Setan apa yang memberimu keberanian sehingga memberanikan diri tuk datang kemari, di malam yang selarut ini ???”. Tanyaku keheranan pada perempuan yang begitu dekat denganku. Perempuan yang tak mempunyai nyali untuk hal yang satu ini. Perempuan yang takut dengan kegelapan dan kesunyian malam. Perempuan yang memakai lensa tipis sebagai pelapis matanya. Perempuan yang diawali dengan kisah lucu pada saat perkenalanku. Perempuan yang cantik, dengan kulit putih bersih, dengan dua lesung pipi di kiri kanannya. Perempuan yang paham betul dengan ke tujuh latifah di dirinya. Perempuan yang waktunya ia habisi untuk baca buku, entah itu di kampus, di kantin, di kos, maupun di tempat yang penuh dengan keramaian.
“Ah
justru karena ketakutankulah yang membuat aku berani tuk datang kemari”. Jawab
wanita lugu itu.
Mendengar
jawabanya, aku sedikit heran bercampur penasaran. Jawaban yang suda mengadakan
proses mental psikologi kognitif di diriku,
jawaban yang suda membuat
kepekaan terhadap sel-sel otakku. Karena jawaban itu seakan suda berlomba untuk
melewati syaraf otak dan membuat sel-sel otakku berkerut, terpaksa ku mengalah.
Dan memilih cara terbaik, yaitu tanya balik atas jawabanya.
“Maksudmu
apa ?”. Tanyaku kepada wanita polos itu sambil tanganku memijit bagian kanan
kepalaku tanda kekalahanku dalam melakukan proses kepekaan terhadap sel-sel
otakku.
“Hempt,,,
ya karena ketakutanku terhadap asisten dosen besok sehingga aku memberanikan
diri tuk kesini dilarut malam ini”. Jelas wanita lugu itu.
“Oh
ia,,, aku baru ingat, besok kan ada ujian lab”. Kataku seraya tangan kiriku
menepuk jidat tanda menyesali adanya kepikunanku.
“Ah,,
kamu ini masi muda suda pikun”. Kata wanita lugu itu sambil menyorong benda
yang melapisi matanya ke atas.
Ya
aku baru ingat, Sebenarnya besok tepatnya jam 10 pagi menjelang siang ada ujian
praktek lab yang harus aku hadapi di
kampus. Ujian yang diadakan setiap praktek telah selesai. Ujian yang
menyebalkan bagiku. Sebab, walaupun mati-matian berusaha untuk mendapatkan
nilai terbaik tapi hasilnya malah “B”, kan buat kecewa. Tapi patut bersyukurlah
daripada harus “C” tandanya mengulang, siapa coba yang harus mengulang Mata
kuliah yang “SKS” nya 3 ???.
“Eh,
tunggu,,, jadi hubungan ujian lab dengan tujuanmu datang kemari apa ?”. Tanyaku lagi pada perempuan lugu itu.
Sebab pikirku kalau memang esok hari
harus ada ujian lab, kenapa harus temui aku di malam yang selarut ini. Kan
caranya simple saja, tinggal pelajari materi parktek kan
beres, dan semua itu bisa ia lakukan di rumahnya sendiri.
“Ah,,,
betul pikirku, kamu suda kekurangan vitamin “E” dan harus perbanyak mengomsumsi
choline biar pikunmu itu berkurang
dan bahkan hilang”. Katanya lagi seraya mengeluarkan senyum manis di bibirnya.
Awalnya,
mendengar perkataan perempuan lugu itu aku sedikit marah, namun bentuk lekukan
indah yang terbentuk akibat senyumannya itu membuat kemarahanku berubah menjadi
sesuatu yang aku sendiri tak tau itu
apa.
“Ah,
entahlah, aku tak tau rasa apa yang sedang menggerogoti otak dan hatiku, yang
pasti akibat efek munculnya lekukan yang bentuk lesung di pipnya itu, membuat
aku sedikit merasakan sensasi keindahan dan kelatifaan perempuan lugu itu”.
Gumamku dalam hati.
“Oh
ia mari masuk !!”. Kataku pada wanita lugu itu sambil berbalik masuk ke dalam
rumah.
* * *
Ruangan
yang kira-kira panjang 5 m dan lebar 3 m serta lantainya dipenuhi ceceran
buku-buku bacaan itu membuatku salah tingkah di hadapan si perempuan lugu itu.
“Ah,
sial. Ketahuan deh aku orangnya kaya gimana
”. Kataku dalam hati sambil menyusun buku-buku yang bercecaran di ruang
tengah kos itu.
“Silahkan
duduk !, maaf berantakan”. Kataku pada perempuan lugu itu.
“Oh
ia, terimakasi.” Kata perempuan lugu itu sambil kepalanya ia putarkan kesana
kemari melihat sudut demi sudut ruangan tempat aku tinggal.
“Ok
lanjut saja, apa yang membawamu kemari di malam selarut ini selain wacana
tentang adanya ujian lab besok ???. Tanyaku pada perempuan lugu itu sambil
meneguk air hangat yang tercampur rata dengan bubuk hitam buatan orang kampung
itu.
“Oh
ia, seperti paraktek-parktek kemarin, sebelum ujian lab dimulai, tugas laporan
praktek harus dikumpul, sebab itu sebagai persyartan untuk mengikuti ujian
lab”. Jelas perempuan lugu itu.
“Trus,
hubungannya ???”. Tanyaku.
“Yaaaa.....
akuuuu,,,,, mau,,, copy bagian Hasil laporan praktekmu. Karena praktek terkhir
aku tidak ikut ”. Jelasnya dengan nada yg sedikit berbeda. Sedikit terhenti-henti.
“Oh,,
rupanya itu yang memberimu keberanian datang kemari, aku pikir setan berhidung
belang yang telah menggodamu untuk memberanikan diri di
gelapan malam begini . Heheheee”. Ejekku pada perempuan lugu itu...
Ada-ada
saja kamu ini, mana ada setan mau berani menggodaku, memang ada setan mau
berani sama aku ? sama wanita pemberani kaya aku, wanita cantik seperti aku,
paling setannya malu menampakkan diri, sebab dari sisi face saja, setanya suda kalah saing”, heheheeeeee. Elatnya dengan
senyumnya yang khas. Senyum yang telah membuat
dua sirkuit putamen dan insula terhubung sehingga muncul bentuk emosi
yang menyerang dan mempengaruhi otakku.
“Oh
ia tunggu, aku cari file nya dulu”. Kataku kepada wanita lugu itu sambil
tangaku mengambil laptop yang ada di belakanku.
Sambil
kembali meneguk air yang tadinya hangat itu, tanganku asik mengotak-atik
keyboard laptop untuk mencari file itu.
Sebelum
aku kembali bersuara, perempuan lugu itu suda mendahuluiku untuk berbicara.
“Ini
flasnya Ka.”..... Kata perempuan lugu itu sambil memberi benda yang gantungannya
menyerupai hati berwarna merah.
“Oh,,
ia”. Kataku sambil melihat wajah perempuan lugu itu dengan penuh rasa
keindahan. Namun kembali refleks.
Ya,,,
ini relfleks yang ketiga kalinya ku alami malam ini. Refleks yang menurutku
bukan terjadi karena menuruti perintah otak, melainkan yang terjadi karena kata
itu, kata yang suda meberi perintah kepada hatiku. Kata yang pertama kali ku
dengar dari mulut perempuan lugu itu. Kata sebagai tanda penghormatan. Kata
sebagai tanda menghargai. Kata yang suda membuat putamen dan insula lagi-lagi berulah
di otakku, dan kali ini lebih parah. Dua sirkuit ini menyerang lebih cepat dari
sebelumnya, sangat cepat, begitu cepat, seperti power nose pada mobil Brian O,cornor dalam film “Fest and Firuous” yang
diliris pertama kali pada 22 oktober 2013 di Asustralia itu. Namun apalah daya,
sebagai jalur track balap putamen dan insula aku hanya bisa diam dan menjadi
saksi bisu atas pertempuran dua struktur ini di jalur arena balap.
“Ini
bicara soal rasa, soal perasaan, Soal hati, soal otak dan soal mental yang
sedang berevolusi”. Tegasku dalam hati sambil membiarkan kedua sirkuit itu
finish dan berhenti menyerang otakku.
“Hey,
ko malah bengong, filenya uda di copy
ya ?”. Tanya wanita lugu itu padaku.
“Oh
ia, ini filenya sementara aku cari”. Kataku dengan sedikit agak kaget karena suara wanita lugu yang tiba-tiba menghentikan
lamunanku terhadap dua sirkuit yang sedang bertanding di otakku.
Sambil
kembali mencari file, wanita lugu itu membuka pembicaraan.
“Kamu
tinggal sendiri ya disini ?” tanya wanita lugu itu.
“Tidak,
disini aku bersama kakaku. Tapi malam ini dia tidur dirumah temannya, katanya
ada tugas Kampus yang harus mereka kerjakan bersama malam ini”. Jawabku dengan
sedikit penjelasan kepada wanita lugu itu.
“Owh,
kakakmu kuliah dimana ?”. Tanya wanita lugu itu lagi.
“Empt,
di STIMK Adiguna.” Jawabku singkat sambil mencolok Flash Disk ke laptopku.
“Dia
ambil jurusan apa di STMK ?” Tanyanya lagi.
“Kalau
tidak salah ambil jurusan Sistem Komputer, emang
kenapa ?” Jawabku seraya mengajukan pertanyaan.
“Owh,
Tidak, aku juga punya kakak yang lagi kuliah di STIMK”.
“Owh,
Gitu”. Jawabku datar.
Ting....ting.....ting.....ting......
Tiba-tiba
suara jam di dinding berbunyi menandakan bahwa suda stenga jam wanita lugu itu
di kediamanku.
“Ini
flasnya, filenya juga suda ada”. Kataku pada permpuan itu sambil memberikan
benda yang mempuyani kemampuan menyimpan data sebanyak 2 GB itu.
“oh
ia, terima kasih, kalau begitu aku mau pamit pulang dulu yah, kalau ada
kesempatan jmain ya ke tempat tinggalku”. Kata wanita lugu itu.
“ia
sama-sama, Insya Allah” jawabku.
BERSAMBUNG KE BAGIAN 2.
0 komentar:
Posting Komentar