“TERPERANGKAP
HUJAN”
Yayan T. Sugantina
“Seandainya langit kelam memayungi tubuhku dan
ribuan titik air hujan membasahi setiap helai rambutku aku akan menanti pelangi
datang sesudah hujan, membiarkan dunia ini basah oleh tangisan kelabu agar sore
pun kelabu oleh waktu. Butiran air huja mengguyuri lahan saat langit semakin
kelabu, ia adalah harapan para tumbuh-tumbuhan. Bersama mereka kunanti pelangi
diatas langit yang kelam hitam lepas sendu, menunggu tak berharap ketika sedang terperangkap”.
***
Tik...tik...tik.....
Malam ini hujan begitu
deras. Cahaya lampu dari sudut rumah yang menyerupai rasi bintang skorpio itu
kian setia menemani dengan temaranya yang bisu. Namun malam ini aku tidak merasa
sendiri. Segelas kopi kampung dan guyuran hujan di malam ini setia menemaniku
di teras kos tempat tinggalku. Membuat sunyinya malam ini rasanya semakin menjauh.
Pikiran tetap ku
fokuskan untuk sebuah pekerjaan yang di tugaskan oleh seorang teman. Teman yang
entah kenapa aku harus selalu dengar kata-katanya, mungkin karena tawaran
positif yang selalu ia berikan kepadaku. Sehingga aku tak perna menolak jika
dia menyurhku. Bahkan suruhannya bagi aku merupakan sebuah tantangan. Jadi,
jelasnya, mungkin kali ini aku harus melewati tantangan yang ia berikan
kepadaku, yaitu tantangan tentang membuat Prosa naratif fiktif atau sebuah cerpen.
Judulnya, “Terperangkap
Hujan”. Itulah judul cerpen yang ia tugaskan kepadaku. Judul itu harus
kukembangkan entah bagaimanapun caranya. Judul ini ia angkat dari hujan malam
itu, hujan yang sangat deras, hujan yang lebat, hujan yang mungkin suda membuat
ia sedikit kedinginan. Namun bagaimana caranya jika membuat cerita itu aku tak
punya ide atau ideku kosong ??? Atau harus kupakasa Akson dan Dendrit mengirim sinyal elektrik ke
pusat Neuron dengan secepat mungkin
??? Ah, mana mungkin bisa, malahan
yang terjadi nanti Brainstem di
otakku bisa saja patah akibat terkena cairan Neurottransmitter jika aku memaksa untuk mencari inspirasi atau ide
yang sama sekali tidak ada dibenakku. Tapi mau tidak mau tugas ini harus
kuselesaikan malam ini, kalau perlu secepat mungkin. Tegasku dalam hati.
Setelah
beberapa waktu terlewati, akhirnya ku putuskan untuk mulai mengkonekan
pikiranku ke jemari tanganku yang terletak di papan keyboard Laptop yang suda berumur 4 tahun itu, yang sampai detik
ini baru 2 kali di Installasi, jadi agak
lalod. Tak lupa juga mencoba
berinteraksi ke lingkungan sekelilingku, Sinar lampu, rintiknya hujan dan
segelas kopi dihadapanku, siapa tau saja ada inspirasi baru yang bisa kubuat menjadi
sebuah narasi. Tapi harus kumulai dari mana ??? Pikirku. Sebab aku tidak begitu
yakin jika page berukuran F4 ini bisa
kupenuhi dengan kata-kata yang indah dicerna oleh otak. Atau harus ku ubah
pagenya menjadi A4 biar ketidakyakinanku berkurang ??? Hahahaaaa.. Dasar malas,
dasar tidak pede dengan diriku
sendiri.
Huft..
Tertekan pikiranku kali ini. Tak banyak berbuat apa-apa, sampai sejauh ini aku
belum bisa menemukan ide pokok yang berkaitan dengan judul tadi, “Terperangkap
Hujan”. Yang ada hanya kekalahan interaksi ke lingkungan sekitarku. Buktinya saja segelas kopi uda mogok,
hujannya uda redah, dan temaran lampu yang bentuk rasi bintang skorpio pun
lambat laun redup dan hanya menyisahkan bentuk segitiga tak beraturan. Rasa putus
asa menghampiriku.
Diam,
itu yang kulakukan ketika putus asa sedang mempermainkanku. Dengan asiknya dia
bermain dan menari penuh kegembiraan di otakku, mungkin ia sedang merayakan
kemenaganya karena telah berhasil membuat aku tak bisa berbuat apa-apa atas tugasku
di malam ini.
Ditengah
kegembiraan yang ia rasakan, tiba-tiba “momentum
of Aha” muncul di benakku, tepatnya percikan ide kreatif datang dan menghancurkan kegembiaraan si
kesenjangan kondisi batiniah tadi, yaitu si putus asa dan menggantikannya
dengan inspirasi baru, yakni kisah yang menurutku menarik untuk kuceritakan,
kisah yang berkaitan dengan judul yang harus kukembangkan itu. Ya walaupun agak
melenceng sih, tohnya juga lencengnya tidak jauh bingitss. Asal dalam ceritanya tetap ada hujan, heheheheee...
Ok,
mungkin aku mulai saja ceritanya.
Cerita
ini berawal dari praktek kampus, paraktek perdana turun kelahan, sekaligus
praktek pertama di semester tiga (ganjil) ini. Sebab kemarin-kemarin prakteknya
hanya di laboratorium saja.
Hari
itu, tepatnya Kamis, 18 September 2014. Hari pertama dimana aku dan kawan-kawan
turun langsung ke lahan untuk praktek Mata Kuliah Dasar-dasar Ekologi. Hari itu
penuh dengan kegembiraan, penuh dengan canda tawa, penuh dengan kebersamaan,
penuh dengan indahnya warna warni persahabatan. Sekitar 100 lebih orang di
lahan belakan Fakultas Pertanian waktu itu, yang dibagi menjadi beberapa kelompok.
Aku masuk dikelompok satu untuk Golongan AGT-02. Golongan yang sebelumnya merupakan
penggabungan dari anak-anak kelas C dan D untuk Program Studi Agroteknologi
Budidaya Pertanian.
Saya
dan teman-teman bersemangat untuk langsung memulai praktek. Tidak berapa lama
menunggu Asdos, praktekpun dimulai. Masing-masing anggota kelompok bekerja, ada yang menggemburkan
tanah, ada yang mengambil pupuk, dan ada juga yang asik bercanda sambil
melemparkan bongkahan-bongkahan tanah. Begitupun dengan kelompokku, tak mau
ketinggalan dengan aksi-aksi serius sambil bercanda. Sangat seru waktu itu,
kebersamaan yang kuat telah terjalin di diri kami masing-masing. Hak rasa
persahabatan muncul dan saling terajut satu sama lain, sehingga menjadi sesuatu
yang amat kuat dan tak bisa dipisahkan.
Waktu
praktek terus berjalan. Dengan semangat 45, aku bersama teman yang lainya dapat
menyelesaikan pekerjaan dengan hasil yang memuaskan. Dan waktunya istrahat. Sambil duduk istrahat,
tiba-tiba dari kerumunan banyaknya orang, sepasang mataku tertuju pada sosok
yang sangat kukagumi. Sosok yang tubuhnya hanya ditutupi oleh kedua warna,
yaitu merahmuda dan warna hitam yang membuat ia semakin tetap saja nampak dari
kejauhan di sore itu. Dia adalah seorang wanita. Wanita cantik, wanita yang
sangat indah. Wanita yang membuat dunia ikut tersenyum jika dia menampakkan
lekukan indah dipipinya. Pikirku agak sedikit berlebihan.
Belum
selesai kuperpanjang pikirku tentang wanita itu, tiba-tiba saja rintiknnya air
hujan turun dan membasahi aku dan teman lainya. Hujan yang memang ditandai
dengan mendungnya awan sewaktu awal praktek tadi. Tanpa berfikir panjang, aku
dan teman-teman memutuskan untuk pergi mencari tempat berteduh, tapi sayang
tempatnya lumayan jauh, sedangkan hujan dengan ganasnya tak berhenti
menjatuhkan beratus-ratus bahkan berjutah airnya kepermukaan bumi.
Berlari,
terus berlari mencari tempat berteduh, gundukan tanah kulompati, kuning hijaunya
warna rumput yang tak beraturan akibat kena herbisida ku injak. Sesekali
kumelirik kebelakan melihat wanita itu. Nampaknya dia tak ingin mencari tempat
berteduh, melainkan dia hanya ingin menikmati tetesan demi tetesan hujan di
sore itu. Indah, pemandangan yang indah. Pikiran untuk seorang pengagum wanita
seperti aku.
“Wahai
tuhan, begitu indah ciptaanmu”. Kataku dalam hati sambil berlari-lari kecil. Jujur,
sungguh menarik wanita itu, wanita yang entah kenapa suda berhasil membuat aku
mengaguminya.
Tidak
berapa lama berlari di tengah derasnya hujan, aku dan teman suda sampai ditempat
berteduh. Ya, di Gazebo, tempat yang disulap menjadi sebuah kantin. kantin yang
terletak pas di tengah gedung Fakultas Pertanian. Kantin “Rock n Roll”, itu
penyebutan yang sering di gunakan oleh mahasiswa Fakultas Pertanian. Kantin
yang dikelolah oleh seorang wanita separuh baya, wanita baik dan ramah.
Waktu
terus berjalan, dan gelap malam kian medekat. Namun hujan di sore itu tak
kunjung juga redah. Semuanya duduk dan nampak terdiam. Tak terdengar lagi
candaan si para pengagum wanita. Hanya kepala yang sesekali melirik satu sama
lain. Begitupula aku.
Terperangkap
Hujan. Pikirku. Tak banyak yang bisa kuperbuat. Kubuka ransel yang ada di
depanku, kuambil switeer untuk membungkus tubuhku. Tidak lupa juga sebuah buku
album dan polpen kukeluarkan.
Kubuka
lembaran putih bersih, kupilih untuk menulis di tengah deras hujan di sore itu.
"Cukup seru hari ini. Bermain
bersama hasil kondensasi uap air yang ada di atmosfer. Bagaimna menurutmu hujan
di sore ini kawan ?? apa ia membawa hal yang baru dikehidupanmu ?? Kawan,
katakan kalau hujan adalah utusan langit untuk bumi, mengantarkan sesuatu yang
baru, sesuatu yang tak mampu kau tebak dan tak pulah kau hindari. Kawan, hujan
tak hanya bertugas menyapa ramah tanah, tak hanya mengajaknya bermain gunduh,
atau sekedar berlarian riang menyambut kedatangan pelangi, tapi hujan merupakan
anugrah hidup, anugrah yang jika kau pahami kau akan merasakan hal yang baru.
Suatu keindahan yang tak mampu kau gambarkan, suatu kemenarikan yang tak mampu
untuk kau defenisikan, suatu kemewahan yang tak lebih dari seorang gadis “Black
Pingk” yang kau dambakan. ”
18 September 2014.
Pengagum Wanita,
Setelah tak
berapa lama selesai menulis, hujanpun lambat laun redah, dan hanya menyisahkan rintik-rintik
kebahagian, rintik pembebasan setelah beberapa jam terperangkap hujan digazebo.
Semua kembali tersenyum, termaksud langit dan gelap malam yang kini datang
menjemput tak berdosa.
0 komentar:
Posting Komentar