Rasanya saya agak terkesan payah sudah mengklaim diri sebagai petualang
jika kisah kemarin sore, hanya selesai begitu saja dan menjadi kenangan tanpa
harus di ekspos ke media dalam bentuk narasi. Hihii alay ah. Maklum, milenial.
Kali ini, setelah beberapa pekan kemarin
menghabiskan waktu di pantai sebelah barat Sulawesi Tengah, kini giliran Desa
dipenghujung Selatan Kota Palu menjadi tujuan. Bukan untuk berhedon atau
sekedar membawa materi ajar jurnalistik kepada siswa seperti sebelumnya, tapi
sebagai relawan dalam aksi kemanusiaan. Dimana pada minggu (28/04/2019)
kemarin, sejumlah wilayah di bagian Selatan Kota Palu itu tenga diterjang
banjir bandang dan tujuan kali ini, Desa Omu. Salah satu desa terdampak banjir
berat.
Selasa (30/04), 09.19 Wita. Tidak
seperti hari biasanya, alam pagi itu tidak begitu ramah menyapa. Sinar matahari
tak memberi semangat, ia redup, yang ada hanya angin sepoi menyelinap ke sumsum
tulang mengajak dengan sopan untuk kembali merebah. Ah Sudahlah, sungguh kali
ini hanya bermodalkan niat yang tulus. Itu sudah cukup, melebihi cukup untuk
kembali semangat.
“Atma..., Gooo!” Kira-kira begitu kalimat
singkat pertanda kami siap berangkat menuju Desa Omu. Omu sendiri merupakan Desa yang bertempat di
Kecamatan Gumbasa, Kabupaten Sigi, Sulteng. Jarak tempuh dari Kota Palu
membutuhkan waktu 1 jam lebih. Kami memilih jalan poros Palu-Kulawi menjadi
alternatif jalur yang tepat menuju kesana.
Disepanjang jalan, rintik hujan menjadi kawan
dalam perjalanan. Hembusan angin kembali menusuk, seolah ingin menjadi lawan. Tak
hanya itu, Daerah dipenghujung Sigi ini menyambut kami dengan aroma tanah
bercampur bauh pohon. Bauh khas, Banjir. Namun saya dan beberapa rekan tetap
semangat. Jerit Omu seolah selalu memanggil dengan kepiluannya.
Pilu
Omu
Setelah sebelumnya sempat salah arah, dan juga
bergulat dengan lumpur jalan bahkan sempat jatuh bangun, akhirnya kami tembus
di Desa Omu. Kediaman Merlin menjadi tempat tepat untuk merebah sejenak. Oh
iya, sedikit kuceritakan tentang Merlin. Merlin adalah kontak yang sengaja dari
jauh hari kami persiapkan. Sebagai orang yang belum terlalu paham sikon Omu,
tentunya kami butuh kawan sebagai leader perjalanan.
Ngobrol singkat antara saya dan rekan serta
keluarga Merlin dikediamannya menjadi salah satu cara jitu untuk mengumpulkan
tenaga. Sementara itu, rintik hujan menyapa pula pada keramahan ibu merlin. Sembari
bercerita tentang keadaan Omu pasca banjir, akhirnya situasi sore yang tak
begitu mendukung tetap kami syukuri dengan tegukan teh hangat khas Desa Omu
Desa Omu sangat sejuk. Jauh dari polusi juga
riuh perkotaan. Desa yang indah dengan ragam budaya ini tak henti-hentinya
menyuguhkan pemandangan khas pegunungan yang memanjakan mata. Omu dikelilingi
oleh gunung, ditengah desa, terdapat sungai besar. Namanya sungai Miu yang
hilirnya menuju Kota Palu.
Desa Omu juga merupakan penghasil jagung.
Komoditi jagung di Omu cukup banyak. Kiri kanan desa hampir dipenuhi tanaman
jagung, disusul kakao dan kelapa. Namun pasca banjir, ada begitu banyak lahan
jagung yang ludes akibat banjir. Tak hanya itu, jalan serta beberapa rumah
warga juga habis di lahap banjir. Dalam kejadian itu, beruntungnya tak ada
korban jiwa. Hanya kerugian materil yang cukup banyak.
Dalam data hasil wawancara pada masyarakat
setempat, dari ke enam desa yang diterjang banjir bandang, Omu termasuk desa yang terdampak berat. Dilaporkan, lima rumah warga hanyut terbawa banjir,
sedangkan 23 rumah lainnya terendam lumpur. Sekitar 10 hektar lahan perkebunan
dan 10 hektar sawah warga di desa Omu, juga terendam lumpur. Akses jalan darat
terputus sepanjang 10 meter. Akses jalan ini tepat di perbatasan Kecamatan
Kulawi dan Kecamatan Gumbasa. Warga pengungsi sebanyak 30 KK. Saat ini keadaan
Omu sungguh memprihatinkan.
Sedih
Seduh Kopi Hangat Pembangkit Semangat
Hujan redah. Dasar cangkir tampak dengan
jelas, pertanda tampa sadar bahwa kami tak bisa menolak kenikmatan teh khas Omu
buatan Ibu Merlin. Di lumat sampai habis.
Tenaga full, siap bergerak. Persiapan logistik
sudah siap untuk didistribusikan. Tidak seperti dinas pemerintah, lembaga atau relawan
pada umumnya, jenis bantuan yang kami persiapkan cukup sederhana. Kopi, kue
serta snack menjadi pertimbangan yang menurut kami paling tepat sebagai
kebutuhan utama masyarakat saat itu. Ditengah situasi pembersihan kampung dari
puing-puing pohon besar yang bertebaran di jalan akibat banjir, juga pembuatan
jalan alternatif untuk kembali menghubungkan jalur menuju dusun II, gotong
royong masyarakat perlu kembali disemangati.
Setelah sebelumnya sempat turun tangan
membantu, saya dan rekan-rekan kembali menyiapkan makan dan minum untuk
masyarakat. Cara pendistribusiannya pun terbilang unik. Dimulai dari menenteng
termos berisi kopi serta pembagian kue dan juga snack dari satu tempat ke
tempat berikutnya.
Warga Desa Omu sangat bermasyarakat. Mereka menyapa
kami dengan ramah, dan juga candaan tawa. Namun menurutku, dibalik sambutan
tawa masyarakat yang sedang bekerja, sangat nampak terlihat kepiluan mereka.
Mengapa tidak, tempat tinggal mereka kini hancur. Rumah, jalan bahkan kebun
mereka lenyap dengan seketika dilahap oleh banjir.
Ada kesedihan yang teramat sore itu. Angin
diam, tak lagi mengusik perjalanan pulang kami. Rintik hujan pun enggan
menampakkan dirinya, seolah bersembunyi dibalik awan paling tebal. Tak satu serangga pun bersuara, meski datang
hanya sekedar bersendawa. Senyap sungguh sore ini. Aku ingin sekali bercanda,
namun hati telah berduka.
Belum habis kesedihan, datang kemalangan. Bencana
terus mencoba-coba keimanan. memisahkan sanak dan saudara seketika. Ditengah kerusakan
hunian, diantara pohon-pohon tumbang, dan diantara bau lumpur yang menyesakkan
serta di kepanikan banjir menakutkan. Sungguh ujian yang berat sedang
dijalankan. Mencipta rintih tangis memilu menoreh luka.
Masih dalam kesedihan mendalam. semoga mereka
mampu bertahan. bertahan dari hanyut batin dan siksaan badan. bertahan meneguh
hati menerima cobaan. bertahan hingga mendulang nikmat di penghujung
kebahagiaan. Salam semangat Desa Omu. Omu Bangkit.